Yes 55:6-9; Flp 1:20c-24,27a; Mat 20:1-16a
Salib Post. Bacaan-bacaan suci, mengajak kita untuk berefleksi dan menyadari tentang keadilan, kemurahan dan kemahakuasaan Allah di dalam segala sesuatu, dalam tiap keputusan dan jalanNya yang memang tak terselami oleh nalar kita yang manusiawi, “Sebab rancanganKu bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalanKu. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalanKu dari jalanmu dan rancanganKu dari rancanganmu.” (Yes. 55:8-9) Demikan nabi Yesaya berbicara atas Nama Allah dan mengingatkan kita dalam bacaan pertama hari ini, serta mengajak kita untuk mengerti siapa diri kita di hadapan Allah. Kita adalah para hamba yang telah dipanggil Allah dari segala penjuru, untuk bekerja di ladang anggurNya, yaitu dunia ini. Kita dipanggil untuk turut serta dalam karya keselamatan yang diselenggarakan olehNya di dunia ini. Bekerja di ladang Tuhan adalah tugas panggilan semua orang beriman. Namun, janganlah berpikir tentang upah yang akan kita terima dari Tuhan. Perhitungan yang ekonomis di dunia ini tidak berlaku di dalam Kerajaan Allah. Perumpamaan tentang orang-orang upahan di kebun anggur dalam Injil, adalah gambaran bagaimana cara orang masuk dalam Kerajaan Allah, ditentukan bukan karena lama bekerja atau prestasi kerja, melainkan berdasarkan keadilan dan kemurahan Allah bagi setiap orang.
Mengapa Yesus menceritrakan perumpamaan ini? Apa yang ingin Ia sampaikan? Di dalam kenyataan hidup saat itu, siapakah yang dimaksud dengan para pekerja yang bekerja dari pagi dan siapakah yang dimaksud dengan para pekerja yang masuk terlambat? Para pekerja yang datang terlambat adalah para pendosa. Mereka yang mendengarkan Yesus dan bertobat. Sedangkan para pekerja yang bekerja mulai dari pagi adalah orang-orang Farisi. Mereka marah karena para pendosa bertobat sehingga masuk Kerajaan Allah dan mendapat ganjaran yang sama sebagaimana mereka pikirkan mereka akan mendapatkannya. Sikap mereka itu bisa dibayangkan seperti orang yang mengkritik Yesus, mengkritik kebijaksanaan, keadilan dan kemurahan hati Allah.
Banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih. Banyak yang dipanggil oleh Tuhan, tetapi sangat sedikit orang yang membuka diri dan bersedia menanggapi panggilanNya. Panggilan adalah kerja sama antara Tuhan dan manusia. Yesus memanggil Matius untuk mengikutiNya. Tanpa menunda, Matius segera mengikut Yesus. Yesus memanggil orang berdosa untuk menjadi muridNya. Dia memilih orang yang tersingkirkan oleh kebanyakan orang untuk menjadi rasulNya. Sikap dan tindakan Yesus ini tentu menimbulkan tanda tanya bagi orang-orang disekitarnya, terutama bagi orang Farisi. Yesus memanggil dan memilih orang berdosa untuk menjadi murid dan rasulNya. Itulah misteri panggilan Matius yang kita rayakan pestanya hari ini. Misteri panggilan Matius bisa menjadi misteri panggilan orang-orang yang terpanggil pada zaman ini. Tuhan memanggil orang-orang yang dianggap lemah untuk menjadi orang pilihanNya. Asal kita mau membuka diri dan bersedia menjawab panggilanNya, Yesus akan menyempurnakan apa yang kurang dari diri kita.
Tidakkah kita pun menyadari panggilan Allah atas hidup kita? Kita orang-orang berdosa yang dipanggil dari kebinasaan menuju keselamatan dalam Kristus Yesus PuteraNya! Tidakkah kita menyadari keadilan dan kemurahan Allah yang bukan hanya memilih bangsa Israel saja menjadi umat pilihanNya, demi menerima janji keselamatanNya? Selanjutnya marilah kita renungkan kesaksian iman Paulus setelah ia menemukan Tuhan Yesus dalam hidupnya dan bertobat, kepada umat di Filipi ini, “Bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah“ (Flp 1:21-22) Hidup atau mati adalah milik Allah, maka hidup ini adalah anugerah Allah, Karena hidup ini anugerah Allah, maka pekerjaan apapun juga merupakan anugerah Allah. Alangkah baiknya jika kita memandang tiap pekerjaan sebagai ladang Allah untuk menghasilkan buah baik. Dan sebagai orang yang beriman akan Kristus kita dipanggil untuk hidup dan bertindak sesuai dengan SabdaNya atau meneladan cara hidup dan cara bertindakNya agar apapun yang kita lakukan atau kerjakan menghasilkan buah yang menyelamatkan dan membahagiakan, terutama keselamatan atau kebahagiaan jiwa, entah jiwa kita sendiri maupun jiwa saudara-saudari kita. “Jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah“, demikian kesaksian Paulus, yang hendaknya juga menjadi kesaksian iman hidup kita.
No comments:
Post a Comment